Rabu, 18 Mei 2016

Cerpenku



Untuk memenuhi Tugas B.Indonesia sekalian untuk tugas TIK saya, akhirnya saya membuat cerpen ini...
semoga bermanfaat, & selamat membaca... :)
 
Badai Penantian

Panas matahari tak menyurutkan  Zul untuk tetap bekerja. Meskipun  cuaca  hari ini sangat panas, tapi Zul tetap bekerja keras demi mencari sesuap nasi untuk keluarganya yang jauh di sebrang sana.  Ia rela pergi merantau ke negeri orang untuk mencari pekerjaan.  Ketika ia sedang bekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit, seorang  temannya memanggilanya.

“Hai Zul, ada telefon untuk mu... kata nya ini dari keluargamu...” ucap temannya.

“Ya sebentar “ jawab Zul. Ia menghampiri temannya dan  menjawab telepon yang diberikan temannya.

“Halo, assalamu’alaikum” ucap Syamzul atau biasa dipanggil Zul mengawali pembicaraannya ditelepon.

“Wa’alaikum salam nak” jawab seorang pria tua disebrang sana.

“Bapak” ucap zul pada pria tua itu. “Ada apa pak, tumben bapak menelepon Zul. Apa ada masalah dirumah?bagaimana keadaan sekeluarga? Semoga keluarga di sana baik baik saja, aku sangat merindukan kalian semua”.

“kami juga sangat merindukan mu nak. Tapi, ada berita kurang baik. Ibu mu  jatuh sakit  dan sekarang ia sedang dirawat di Rumah Sakit Harapan”. Ucap bapak nya dengan nada sedih.

“astagfirulloh haladzim”  ucap zul terkejut tak percaya  bahwa wanita yang telah melahirkannya dan sangat di sayanginya itu sekarang jatuh  sakit .

“lalu bagaimana keadaan ibu sekarang? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi Ya Allah. Bukankah selama ini ibu selalu sehat” ucap zul dengan nada cemas tak karuan memikirkan keadaan ibu nya.

“Cepatlah pulang ke Surabaya nak... Ibu mu sangat membutuhkamu”. Pinta bapaknya.

“Iya pak, Insya Allah zul akan segera pulang Surabaya” ucap zul.

“Baiklah nak. Kalau begitu bapak tutup teleponnya, assalamu’alaikum.”
“wa’alaikum salam pak”

            Zul  bergegas pergi  meninggalkan pekerjaannya begitu saja setelah meminta izin pada atasannya. Melihat keadaan dompetnya yang menipis, ia tidak mungkin pergi menggunakkan pesawat terbang. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi dengan kapal laut yang lebih murah yang sesuai dengan isi dompetnya.

            Setelah membeli tiket,  ia masuk kedalam kapal tersebut.ketika kapal mulai berangkat,  tiba-tiba cuaca yang tadinya terang dan panas tanpa awan yang menutupi,  sekarang malah berganti dengan awan hitam pekat yang menutupi langit datas sana. Cuaca mendung dan  banyaknya penumpang yang ada didalam kapal, membuatnya ragu untuk melanjutkan perjalanan ini. Tapi, ia tak mungkin membatalkan perjalannya begitu saja, ia harus menjenguk ibunya. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan ibunya.
           
Ditengan perjalanan, cuaca semakin buruk.awan hitam mulai menyelimuti seluruh langit yang tadinya cerah.Zul keluar dari kamar peristirahatanya untuk melihat lautan.hatinya mencelos ketika melihat pemandangan disekitarnya.suara gemuruh gelombang dan badai yang menggelegar ditelinganya. hal ini membuat seluruh penumpang kapal menjadi cemas ,termasuk Zul. Ia tak henti hentinya merapalkan do’a kepada Yang Maha  Kuasa agar selalu memberinya keselamatan padanya hingga ia sampai di tempat tujuan. Cuaca yang tak kunjung membaik dan gempuran ombak yang semakin besar ,membuat kapal terombang ambing di tengah lautan. Hal ini membuat  kecemasan penumpang semakin memuncak, namun kapten kapal  berusaha untuk menenangkan seluruh penumpang kapal dan mengatakan bahwa perjalanan akan aman dan baik- baik saja. 

Kecemasan penumpang mulai sedikit reda setelah kapten kapal  berhasil menenangkan mereka. Namun, tepat ditengah lautan tiba- tiba kapal terasa miring. Kemiringan kapal ini dipicu karena kapal kelebiham muatan. semakin lama, kapal mulai semakin miring bahkan kemiringannya hampir mencapai 90 .

Para penumpang berteriak ketakutan berusa untuk menyelamatkan diri mereka sendiri dan harta bendanya. Namun, apalah daya jangankan harta benda, untuk menyelamatkan diri mereka sendiri pun mereka sangat kesusahan. Zul  melihat orang-orang  yang berjatuhan dari kapal. Ia sangat ketakutan dan berusa menyelamatkan dirinya dengan berpegangan pada sebuah bangku kapal. Seorang Ibu hamil memegangi kakinya dengan erat, berharap semoga ia dapat selamat. Namun Zul tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong ibu hamil tersebut,  hingga ibu tersebut tak kuasa lagi untuk berpegangan pada kaki zul dan akhirnya ia terjatuh. Karena begitu takutnya Zul, ia pun pingsan dan tak menyadari bahwa kapal mulai tenggelam.

Ia mengapung ditengah lautan dengan bantuan dari bangku kapal dalam keadaan pingsan. Namun, ketika ia sadar, ia sudah ada di sebuah perahu karet bersama dengan 9 orang didalamnya. Selama 10 hari mereka mengapung dilautan, terombang ambing tidak jelas kemana arahnya dengan perasaan takut dan khawatir. Selama mengapung dilautan, mereka hanya diberi  jatah makan dua kali sehari, itupun hanya diberi biskuit sebesar kotak korek api dan setetes air minum.

Jatah makan yang sangat sedikit itu menimbulkan ketegangan pada mereka. Mereka berfikir bagaimana mungkin mereka dapat bertahan hidup hanya dengan biskuit sebesar kotak korek api dan setetes air minum. Yang mereka tau hanyalah mereka akan dehidrasi  parah dan akan mati kelaparan. Mereka sudah sangat pesimis untuk hidup, terlebih lagi Zul. Namun, salah satu seorang  penumpang yang merupakan awak kapal yang tenggelam itu berusaha menjelaskan dan mengajarkan pada mereka bagaimana cara untuk bertahan hidup ala laut.

Akhirnya, penantian mereka selama 10 hari terombang ambing dilautan berakhir. Mereka berhasil ditemukan oleh TIM SAR dan akhirnya berhasil diselamatkan oleh kapal SAR.  Zul sangat bersyukur karena ia masih diizinkan untuk hidup oleh Allah. Ia sangat merasakan bahwa mukzizat Allah selalu ada.


TAMAT
Penulis Cerpen     : Arlin Indar Ramdani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar